top of page

Yang Kadang Dilupakan

  • Writer: Bimanda Dharma Sahara
    Bimanda Dharma Sahara
  • Jan 16, 2019
  • 2 min read

Updated: Mar 9, 2021

Alam tidak bisa dilihat sekilas hanya dengan seberapa banyak uang yang bisa dihasilkan, mereka lebih dari itu.

Liburan atau traveling adalah aktivitas yang sedang hangat untuk diperbincangkan (atau lebih tepatnya ditampilkan), hehehe. Dari anak-anak hingga orang dewasa sangat suka dengan kegiatan ini karena dianggap bisa melupakan sejenak pikiran tentang rutinitas. Tapi, dari segala manfaat yang diberikan oleh liburan. Ada nggak sih dampak negatifnya?


Saya sebagai orang penggiat alam terbuka selama kurang lebih 5 tahun, sudah mengunjungi banyak destinasi wisata alam di Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Tak kurang 60 destinasi sudah saya pin di google maps sebagai penanda bahwa saya pernah mengunjungi tempat tersebut.


Saat saya berkunjung ke tempat-tempat tadi, saya tidak hanya menikmati pemandangan yang disuguhkan oleh alam tapi lautan manusia yang berbondong-bondong untuk datang kesana. Memang, belakangan ini kegiatan jalan-jalan alias traveling menjadi sangat popular di masyarakat kita. Ditambah acara TV seperti My Trip My Adventure dan akun IG yang me-feature foto traveling kita semakin membuat kita berapi-api untuk berkunjung tempat-tempat wisata ini.


pemandangan di Pantai Krakal, Gunung Kidul saat musim liburan

Namun sayangnya, jumlah turis yang diklaim pemerintah selalu naik tiap tahunnya tidak berbanding lurus dengan tingkat kepedulian masyarakat untuk menjaga alam. Alih-alih menjaga tempat wisata yang ada disana yang ada tempat-tempat ini semakin digeranyang oleh tangan-tangan nakal.


Ancaman yang diberikan oleh traveler ini juga tidak bisa disepelekan. Beberapa orang menyebutnya dengan istilah Evil Tourism’. Saya tidak akan membahas lebih jauh karena sudah banyak orang yang sering membahas dampak dari hal tersebut.


Akhir-akhir ini saya mendengar berita bahwa beberapa maskapai di Indonesia menaikkan harga tiket domestik hingga membuat kita semua tercengang. Tak main-main, kenaikan harganya mencapai 100 persen! Kebijakan ini sontak membuat warga bergeming hingga menjadi perbincangan hangat khususnya di media sosial. Banyak dari mereka yang tentunya mengecam kebijakan tersebut. Namun dari segala kecaman saya tertarik dengan salah satu opini yang berkembang, bunyinya kurang lebih seperti ini “Bagaimana pemerintah bisa mewujudkan program Wonderful Indonesia jika tiket domestik saja susah dibeli?”


Saya berpikir sejenak (tentunya sambil menyeruput kopi dan menikmati senja), lalu saya berusaha membuat hipotesis yang mungkin tidak bisa diterima oleh banyak orang “bagaimana jika memang langkah itu bertujuan untuk menekan jumlah turis domestik yang sudah terlalu banyak?” jika benar, maka saya akan sangat berterima kasih kepada pemerintah. Karena sejauh ini kita selalu berpatok pada jumlah pengunjung ketimbang jumlah pendapatan yang diterima.


menikmati udara sejuk dan suasana Gunung Puntang, Kabupaten Bandung

Ibarat pemerintah ingin mendapatkan 1000 rupiah dari sebuah destinasi wisata. Yang sering mereka lakukan adalah menjual destinasi wisata tersebut kepada 1000 orang dengan harga 1 rupiah. Padahal jika mau pemerintah bisa saja menjualnya dengan harga 10 rupiah kepada 100 orang atau bahkan 1000 rupiah sekalian kepada 1 orang saja. Karena pasti yang diincar oleh pemerintah ini adalah uang bukan?


Saya menuntut 'perbaikan' harga diberbagai lini pariwisata. tidak hanya di tiket pesawat, kalau bisa naikkan saja harga tiket masuknya sekalian, 300 persen, itu juga tidak menjadi masalah bagi saya, lagipula kebanyakan dari mereka toh tidak menikmatinya selain foto-foto aja dan pamer di media sosial ya kan? saya sudah enggan mendengar berita jumlah turis meningkat tapi tidak ada aksi nyata untuk merubah kebiasaan buruk mereka. tai semua.



Comments


  • Instagram
  • LinkedIn
  • 77-behance-512
bottom of page