Sepotong Ayam untuk Perut yang Kecil
- Bimanda Dharma Sahara
- Mar 29, 2019
- 2 min read
Updated: Mar 9, 2021

"Anu..."
"Ada apa?"
"Tidak jadi"
"Ee... aku pipis dicelana"
"Monyet"
Diturunkanlah Egy dari gerobak itu, untuk membersihkan air kencing yang menempel di celananya. Bersamaan dengan itu, Adi menyiram kayu gerobak dan mengusapnya dengan rumput yg diambil dipinggir sungai. Terhitung sudah 3 hari lamanya, semenjak lapak mereka digusur oleh SATPOL PP, mereka berdua terus berjalan untuk mencari tempat baru agar mereka bisa tidur.
Adi dan Egy adalah 2 orang bersaudara, mereka bukan yatim piatu. Ayah mereka masih hidup, tapi sekarang dia bersama wanita lain yang dianggap lebih molek dan kaya dibanding ibunya. Lalu ibu mereka tertangkap oleh polisi karena mencuri 6 potong kaos, akibatnya dia harus mendekam di penjara. Dengan keadaan demikian, tidak ada jalan lain lagi bagi mereka berdua untuk menggelandang, jika mereka ada sedikit tenaga, mereka mengamen. Namun, untuk saat ini mereka hanya bisa meminta belas kasihan kepada orang yang lewat.
"Kak, aku lapar"
"Sebentar ya"
Dirogohlah kantong kecil itu dengan tangannya, terkumpul seribu lima ratus rupiah.
"Cukup ga kak?"
Tanpa memperlihatkan uang yg ada Ady menjawab "iya cukup, kamu tunggu sini ya"
Tepat sebelum ia berdiri, Egy berkata lagi "aku sudah lapar, kak"
"Iya aku tau, tunggu"
Dengan langkah pendek tapi cepat, ia berusaha mencari warung makanan yang buka.
"Siapa orang sinting yang masih membuka warungnya hingga pukul 2 pagi?" Adi menggerutu dalam hati.
Setelah ia berjalan cukup jauh, mungkin sekitar 3 km. Terlihat sebuah tempat yg bercahaya digelapnya malam. "WARTEG AERO" begitu tulisan yg terpampang didepan kaca.
"Ini malaikat yang akan menyelamatkan adikku!" Seru Adi dalam hati.
Didalam ia disambut oleh penjaga warung itu "makan sini/bungkus, mas?"
Adi menjawab "bungkus, mbak"
Ia teringat uang yang dimiliki hanya 1500 rupiah. Jadi ia hanya memesan setengah porsi nasi & sepotong tempe. Sesaat Adi memberikan uangnya. Penjaga warung itu menjadi iba dan secara diam-diam menambahkan porsi nasinya dan menyisipkan sayur dan 1 potong dada ayam.
Nasib buruk memang sedang menimpa kedua anak ini, belum kaki Adi keluar dari warung. Hujan tiba-tiba turun dengan derasnya.
"ANJJIINGGGGGGGGGGGGGGG" Teriak Adi.
Pikirannya langsung mengarah ke adiknya yang sedang menunggu dia dipinggir jalan. Didaerah itu tidak ada tempat berlindung. Jikalau ada, ia tahu betul adiknya tidak bisa bergerak karena sudah tidak memiliki tenaga. Setelah berpikir cukup lama. Ia memutuskan untuk meminta penjaga warteg untuk segera menambahkan plastik agar air tidak bisa menembus kertas minyak yang membungkus nasi itu.
Dengan perasaan was-was dia berlari untuk kembali ke tempat adiknya telah menunggu.
Setelah ia kembali, benar saja, adiknya sudah dalam keadaan menggigil hebat dan sangat kelaparan. Ia gendong tubuh Egy untuk mencari tempat berteduh dengan memegang nasi di tangan sebelah kanan. Setelah berjalan 100 m Ady menemukan pos kamling yang bisa digunakan untuk berteduh.
Dengan sigap Ady melepas kaosnya dan mengusap badan Egy. Setelah kering, mereka berdua makan.
"Alhamdulillah, ayam! Terakhir kita makan ini saat papa dan mama masih tinggal bersama kan?" kata Egy
Mendengar itu Ady cukup kaget karena ia tahu uangnya tidak sebanyak itu. Setelah menyantap nasi ayam itu, mereka berdua tidur.
Lalu saat matahari mulai menampakkan badannya, Ady terbangun dari tidurnya dan mulai membangunkan Egy untuk berjalan lagi. Tapi setelah beberapa saat, ia baru menyadari sesuatu. Egy tidak akan bangun lagi, untuk selamanya.
Comentários